Susahnya administrasi pajak di Indonesia

Kemarin sore saya dipanggil oleh owner diperusahaan tempat saya bekerja. “wah,ada apa ini?jangan-jangan ada kerjaan saya yang ga beres nih?",pikir saya dalam hati. Dengan perasaan deg-degan, saya memasuki ruangan atasan saya. Setelah saya memasuki ruangannya, dia mengutarakan keinginannya untuk melakukan ekspansi dalam bisnisnya

“loh…loh…lalu apa hubungannya dengan saya pak?”, kata saya. Ternyata dia mengalami kesulitan dalam pembuatan NPWP perusahaan, dan ia ingin saya untuk membantunya.


“loh, kok sudah mau membuat NPWP Badan pak? bukannya usahanya belum berjalan”, sanggah saya. “iya, karena sekarang, kalau kita mau mendapatkan SIUP, harus mempunyai NPWP Badan terlebih dahulu”, kata atasan saya.
"ehm, mungkin aturan tersebut mengacu pada Perda no.3 th 2002 tentang Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) kota tangerang", kata saya dalam hati.

Ehm, kalau saya analisis, sebenarnya kebijakan ini agak sedikit aneh. Lah, penghasilannya saja belum ada kok sudah berkewajiban NPWP. Menurut Penjelasan Pasal 2(1) UU PPh yang baru , orang pribadi atau badan harus ber-NPWP hanya jika sudah memenuhi syarat Subjektif dan Objektif. Jadi jika salah satu tidak dipenuhi, maka kewajiban NPWP akan gugur di mata hukum. Dalam kasus ini, subjek pajak memang sudah ada, tapi khan objeknya belum. Jadi menurut saya, seharusnya untuk memperoleh SIUP tidak perlu adanya NPWP Badan. Mungkin cukup dengan copy Surat Izin Tempat Usaha(SITU),KTP pemilik perusahaan dan copy akte notaris penilaian perusahaan yang telah disyahkan oleh menteri kehakiman (kalau badan hukumnya dalam bentuk PT).


Tapi karena yang meminta bantuan atasan saya, ya mau tidak mau harus saya bantu. “ok, tapi tolong bapak siapkan data-data yang saya perlukan”, kata saya.


Hanya butuh beberapa menit bagi saya untuk mengisi formulir pendaftaran NPWP Badan. Setelah itu, saya coba cek lagi, barangkali ada yang salah. “ehm, sudah benar semua nih?ok, siap dikasih untuk saya bawa ke KPP nih”, gumam saya dalam hati.

Menurut lampiran Per-44/PJ/ 2008, data pendukung yang harus dipenuhi dalam rangka pembuatan NPWP Badan adalah sebagai berikut :
  1. Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap (BUT)
  2. NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab Badan
  3. Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Indonesia, atau Paspor bagi orang asing sebagai penanggung jawab
Berdasarkan aturan tersebut, saya mencoba untuk menyiapkan data pendukung yang dimaksud. Walaupun sebenarnya bukti tersebut tidak perlu dibawa saat penyerahan formulir NPWP. Namun untuk amannya, saya memutuskan membawa ketiga bukti tersebut. Setelah saya rasa lengkap, kemudian saya berangkat ke-KPP tempat Kegiatan Usaha akan berlangsung. “Wah, ternyata jauh juga?”,pikir saya. Yah maklumlah, karena kantor saya berada di daerah menteng, sedangkan KPP-nya di daerah Tangerang. Setelah beberapa jam yang melelahkan, sampailah saya ke KPP yang dimaksud.

Sampai di dalam saya mengambil no. urut antrian, setelah itu saya duduk untuk mengantri. Cukup lama waktu yang saya perlukan untuk mengantri hingga akhirnya tiba giliran saya. Setelah sampai depan petugas, saya memberikan formulir Permohonan Pembuatan NPWP yang telah saya buat sebelumnya.

Betapa terkejutnya saya ketika petugas tersebut menolak formulir pendaftaran yang saya berikan. Karena ternyata data-data pendukung yang saya berikan masih kurang. Ada beberapa data pendukung lagi yang harus saya siapkan pada saat menyerahkan formulir permohonan NPWP, yaitu :
  1. SPPT PBB Tahun 2008
  2. Foto tempat usaha, tampak luar dan dalam lokasi usaha (untuk apa coba?
  3. Denah lokasi tempat kegiatan usaha akan berlangsung
Wah, sudah jauh-jauh, ditolak lagi. Benar-benar tidak menghargai jerih payah orang. Saya coba meyakinkan ke petugas tersebut kalau didalam peraturan tersebut tidak ada syarat-syarat yang dimaksud. namun, si petugas malah bilang kalau ini sudah prosedurnya.

Huh, kesal juga sih, “orang mau mendaftarkan diri secara baik-baik kok malah dipersulit? nanti giliran tidak mendaftar, malah dapat sanksi lagi?”, pikir saya dalam hati. tapi mau gimana lagi, itulah ciri dunia perpajakan di Indonesia “there’s no ease administration”, kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah.

Mungkin kasus saya diatas merupakan salah satu contoh sulitnya administrasi pajak di Negara kita ini. Mulai dari pendataan diri, sampai ke pelaksanaan kewajiban perpajakan. hampir disemua step, pasti dapat kita temukan kesulitan yang mungkin dialami oleh wajib pajak.


Saya mungkin bisa dibilang masih anak bawang dalam dunia praktisi perpajakan.Sehingga, saya belum tahu benar seluk-beluk dunia pajak yang sebenarnya. Karena tahun-tahun sebelumnya hanya saya habiskan membaca teori-teori pajak di bangku kuliah. Tapi saya tidak habis pikir, mengapa administrasi perpajakan di Indonesia ini begitu rumit dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainnya. Dibangku kuliah saya pernah mendengar prinsip “nature over form principle”, dalam memungut pajak hendaknya diperhatikan hakekatnya dari pada bentuknya. Namun di Negara ini, bentuk formalitas sepertinya lebih diutamakan. Malahan saya pernah mendengar kasus sebuah perusahaan, sanksi akibat kesalahan administrasi malahan lebih besar dari pada pajak yang harus dibayar. What?It’s not make sense for me.


Saya pribadi mengakui, sering terjadi dilema dalam perumusan kebijakan perpajakan kita. Disatu sisi fiskus mungkin ingin memudahkan administrasi pajak (ease of administration) karena administrasi yang mudah, mencerminkan sistem perpajakan yang baik. Yah, tapi anda tahu sendirilah tipikal orang Indonesia, kalo diberi kemudahan malah kebanyakan dimanfaatkan untuk melakukan penyelundupan pajak (tax evasion). Di sisi lainnya, fiskus juga punya kewajiban untuk mengisi kekosongan kas Negara. Nah, salah satu implikasinya adalah fiskus jadi sedikit preventif dalam administrasi pajak, sehingga kesannya jadi sedikit menyulitkan wajib pajak.


Namun sudah seharusnya mind set fiskus jangan berfikiran jangka pendek saja, coba pikirkan secara jangka panjangnya. Kalau administrasi perpajakan kita semakin sulit, tentunya banyak orang yang akan melakukan tindakan illegal dari pada yang legal. Dan tentunya ini akan berdampak pada penerimaan pajak negara jangka pajak. Mari sama-sama kita bangun administrasi yang baik di bidang perpajakan demi tercapainya suatu sistem perpajakan yang ideal.

Related posts



Blogger Templates by Blog Forum